Agus Santoso Memohon Maaf kepada Sri Sultan HB X dan Minta Dibebaskan Hakim

share on:
Advokat Layung Purnomo menjawab pertanyaan awak media usai sidang di Pengadilan Tipikor Yogya, Selasa (28/11/2023) || YP-Ismet NM Haris

Yogyapos.com (YOGYA) – Memohon maaf kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan meminta hakim membebaskan dari hukuman. Itulah harapan Lurah Caturtunggal (non aktif) Agus Santoso, terdakwa kasus pembiaran penyalahgunaan Tanah Kas Desa (TKD) dan penerima gratifikasi.

Hal tersebut disampaikan terdakwa maupun tim pengacaranya melalui pledoi yang dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Selasa (28/11/2023).

BACA JUGA: Di Bantul, Tim Kampanye Prabowo-Gibran Blusukan ke Pasar Sosialisasi Program dan Berbagi Nasi Kotak

“Dengan tulus dan rendah hati, saya menyampaikan permohonan maaf saya jika ada kekurangpahaman atau pelanggaran protokol yang mungkin telah terjadi. Saya berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar hal ini tidak terulang di masa depan,” ujar terdakwa di bagian penting pledoi yang ditulis dan dibacakan sendiri dihadapan majelis hakim diketuai Tri Asnuri SH MH.

Sedangkan pledoi Tim Pengacara, pada intinya meminta majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

BACA JUGA: Jumat, Firli Bahuri Dijadwalkan Diperiksa Sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan

“Peristiwa hukum yang dituduhkan Jaksa, bahwa klien kami seolah-olah menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain, itu tidak dapat dibuktikan,” ujar Advokat Layung Purnomo SH selaku Koordinator Tim Pengacara Terdakwa.

Terdakwa Agus Santoso (kemeja putih berkopiah) mendengarkan pembacaan tuntutan || YP-Ismet NM Haris

Layung mengungkapkan ada beberapa hal yang menjadi dasar baginya melakukan pembelaan atas peristiwa hukum yang dituduhkan Jaksa, seakan-akan terdakwa memperkaya diri sendiri maupun orang lain.

BACA JUGA: Pengusutan Mafia TKD Candibinangun, Penyidik Kejati Libatkan Ahli Elektronik

“Menurut kami selama persidangan tidak ada kejelasan siapa yang duntungkan, bagaimana cara menguntungkannya dan siapa yang memberikan keterangan. Keterangan itu hanya ada dalam berita acara milik Robinson Saalino (terdakwa lain yang disidangkan terpisah-red). Selain itu berita acara tersebut telah dicabut oleh Robinson ketika dia menjadi saksi di persidangan klien kami,” jelasnya.

BACA JUGA: Dituntut 8 Tahun Penjara, Lurah Caturtunggal dan Kuasa Hukumnya Siapkan Pledoi

Bahkan, lanjut Layung, keterangan Robinson tentang transaksional pengurusan izin TKD dalam berita acara itu tidak diperkuat dengan keterangan saksi lainnya. Disisi lain jaksa juga menyatakan setiap kali terjadi transaksi antara terdakwa dengan Robinson selalu dibuatkan bukti kwitansi. Tapi kwitansi yang dimaksudkan jaksa sama sekali tidak pernah diperlihatkan di persidangan sebagai alat bukti.

“Kami memahami antara advokat dan jaksa memiliki sudut pandang berbeda, tapi mengenai kaidah hukum sama dalam pembuktian untuk penegakan hukum. Jika keterangan saksi tidak diperkuat dengan saksi yang lain, maka jelas patut tidak dianggap mempunyai pembuktian yang kuat. Sebagaimana asas bahwa satu saksi bukanlah saksi (unus testis nullus testis),” tegasnya.

BACA JUGA: Pemesan Ribuan 'Pil Sapi' Ditangkap di Tempat Kerjanya

Dalam sidang sebelumnya terdakwa dituntut hukuman penjara 8 tahun dan denda Rp 300 juta atau subsider kurungan 3 bulan. Perbuatan terdakwa dinilai melanggar Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Pemda Tak Beri Bantuan Hukum Krido, Sultan: Dia Tega, Saya Juga Tega

Selain itu Subsider melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” tandas jaksa.

Perbuatan yang dimaksud adalah melakukan pembiaran terhadap PT Deztama Putri Sentosa (PT DPS) memperluas penggunaan Tanah Kas Desa (TKD) di Nologaten, Caturtunggal, Depok, yang dilihfungsikan pemanfaatannya tanpa kesesuaian sebagaimana tertuang dalam perjanjian. Dari modus pembiaran ini terdakwa dituduh menerima gratifikasi Rp 1,25 miliar. (Met)


share on: