Dituntut 8 Tahun Penjara, Lurah Caturtunggal dan Kuasa Hukumnya Siapkan Pledoi

share on:
Terdakwa Agus Santoso (berpeci) bersama Advokat Layung Purnomo SH dan kerabatnya usai sidang pembacaan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Selasa (21/11/2023) || YP-Ismet NM Haris

Yogyapos.com (YOGYA) – Lurah non aktif Desa Caturtunggal, Agus Santoso, yang didakwa terlibat penyalahgunaan Tanah Kas Desa (TKD) nampak menarik napas agak panjang saat Jaksa Penuntut Umum Toni Wibisono SH menyatakan menuntut hukuman 8 tahun penjara.

Mungkin ia tak mengira bakal menghadapi tuntutan yang dinilainya berat. Sebagian besar pengunjung sidang yang hampir semuanya warga Ceraturtunggal juga merasakan hal serupa, tiada sangka atas tuntutan jaksa. Namun terdakwa segera sanggup menguasai keadaan setelah berkonsultasi dengan Advokat Layung Purnomo SH CIL selaku pengacaranya.

BACA JUGA: Pasangan Capres AMIN Peroleh Lagi Dukungan dari Empat Federasi Buruh Tingkat Nasional

“Terimakasih yang mulia, kami akan mengajukan pembelaan,” katanya kepada majelis hakim diketuai Tri Asnuri SH MH, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Selasa (21/11/2023).

Selain tuntutan hukuman badan, terdakwa Agus Santoso juga dituntut kewajiban membayar denda Rp 300 juta atau subsider kurungan 3 bulan. Perbuatan pidana yang dilakukannya dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Wamenkumham Resmi Tersangka Gratifikasi, Belum Ada Informasi Penahanan

“Subsider melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” tandas jaksa.

Jaksa mengungkapkan, terdakwa membiarkan PT DPS memperluas penggunaan Tanah Kas Desa (TKD) di Nologaten, Caturtunggal, Depok, yang dilihfungsikan pemanfaatannya tanpa kesesuaian sebagaimana tertuang dalam perjanjian.

BACA JUGA: Firli Bahuri Jalani Pemeriksaan Sekitar 3,5 Jam, Dokumen LHKPN Miliknya Diserahkan ke Penyidik

Pembiaran yang dimaksud dilakukan atas pemanfaatan TKD Caturtunggal yang terdaftar dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 00559/Caturtunggal atas nama Pemerintahan Desa Caturtunggal seluas 11.215 m2 tanpa izin Gubernur DIY.

Advokat Layung Purnomo SH menjawab doorstop wartawan usai sidang || YP-Ismet NM Haris

PT DPS ini semula dikelola Denizar Rahman yang mengajukan proposal sewa TKD seluas 5.000 M2 di Dusun Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman. Tanah sewa akan dimanfaatkan untuk area singgah hijau dengan konsep ekologi dan ramah lingkungan (Eco Lodge).

BACA JUGA: Pasangan 'AMIN' Nomor 1, Muhaimin Iskandar Menunjukkan Kelasnya Sebagai Cawapres dengan 'C' Kapital

Sesuai proposal tersebut nantinya menjadi kawasan strategis dan didukung fasilitas publik seperti kebun hidroponik, area hijau dengan tanaman produktif, sistem pengelolaan limbah mandiri, area olahraga, kuliner sehat, niaga sayuran organik dengan sasaran usaha para pelaku ekonomi, akademisi, ekspatriat, dan masyarakat umum yang membutuhkan tempat singgah sementara.

Proposal diajukan pada 28 Desember 2015 berjalan mulus proses perjalanannya sejak tingkat desa, kapanewon, kabupaten, hingga terbit izin dari Gubernur Nomor 43/IZ/2016 tanggal 7 Oktober 2016.

BACA JUGA: Pisah Sambut Danrem 072/Pmk Saling Memberikan Cinderamata

Namun setahun kemudian, Denizar Rahman mengalami kesulitan keuangan sehingga PT DPS diambilalih oleh Robinson Saalino yang sekaligus menjabat Direkturnya.Pasca pengambilalihan perusahaan inilah muslihat Robinson mulai dilakukan. Ia mengajukan proposal penambahan sewa TKD di tempat yang sama seluas 6.215 M2 kepada Agus Santoso SPsi MM selaku Lurah Caturtunggal.

Terdakwa mendengarkan tuntutan jaksa di persidangan || YP-Ismet NM Haris

Lahan tersebut menjadi satu kesatuan dengan proyek terdahulu yang sudah beroleh izin namun kemudian berganti nama menjadi pondok wisata ‘Jogja Green Ambarrukmo’ dengan pengurusan rekomendasi sejak dari tingkat Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, hingga Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Izin Terpadu Kabupaten (Dispertaru) Sleman. Rekomendasi ini belum dilanjutkan ke Gubernur DIY, namun Robinson nekad melakukan pengkaplingan lahan itu hingga menjadi puluhan kapling dan dijual kepada pihak ketiga.

BACA JUGA: Puluhan Anggota PKHGB Geruduk Kanwil BPN DIY, Pertanyakan Kepastian Perpanjangan HGB

Jaksa dalam tuntutannya juga menyatakan pertimbangan yang memberatkan, yaitu terdakwa berbelit-belit selama persidangan, perbuatannya tidak mendukung program pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah, dan dari rangkaian perbuatan itu terdakwa menerima uang Rp 1,2 miliar. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum.

Sementara usai sidang, Layung Purnomo secara tegas menyatakan keberatan atas tuntutan jaksa. Sebab ada sejumlah hal dari tuntutan tersebut yang dinilainya tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.

“Ya akan mengajukan pledoi. Kami yakin majelis hakim bijak, tentu akan memutuskan perkara ini dengan putusan yang baik sesuai fakta-fakta persidangan,” tegas Layung.

Layung menyanggah bahwa kliennya tidak menerima uang Rp 1,2 seperti yang dituduhkan jaksa. Bahkan juga tidak secara sengaja melakukan pembiaran terjadinya penyalahgunaan TKD oleh Robinson Saalino, sebab semua pengurusan sewa TKD sudah sampai ke Dispertaru. “Antara lain itu nanti yang akan kami uji Melalui pledoi di persidangan pekan mendatang. Mohon dukungannya agar perkara ini terang benderang dan proporsional,” pungkasnya. (Met)

 

 


share on: