Kuliah Pakar di UP 45, Prof Mukti Fajar: Hukum Merupakan Lima Puluh Persen Persoalan Negara

share on:
Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata SH MHum selaku pembicara tunggal Kuliah Pakar yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Proklamai 45, di Kampus Babarsari, Caturtunggal, Depok, Sleman, Selasa (21/5/2024) sore || YP-Ist

Yogyapos.com (SLEMAN) – Ketua Komisi Yudisial (KY) paruh waktu periode Januari 2021-2023, Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata SH MHum mengtakan, lima puluh persen persoalan negara adalah hukum, dari proses legeslasi hingga ke pengadilan.

Penegasan tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara tunggal Kuliah Pakar yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Proklamai 45, di Kampus Babarsari, Caturtunggal, Depok, Sleman, Selasa (21/5/2024) sore.

BACA JUGA: Polisi Segera Gelar Perkara untuk Ungkap Tuntas Dugaan Pungli di Lapas Cebongan

Kuliah pakar mengusung tema ‘Quo Vadis Keadilan Hukum di Indonesia Antara Das Sollen dan Das Sein’ ini dimoderatori Dr Bresca Merina SIP MEc Dev, dibuka oleh Rektor Dr Benedictus Renny See SH SE MH dan diikuti oleh ratusan mahasiswa Fakultas Hukum UP 45.

Pemberian cinderamata dari Rekto UP 45 Dr Benedictus Renny See SH SE MH (kanan) kepada Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata SH MHum || YP-Ist

Sesuai dengtan konstitusi, Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat). Bukan negara kekuasaan (machstaat), sehingga hukum terdepan untuk mengawal jalannya pemerintahan. Namun apakah itu sudah terlaksana, itulah pertanyaan mendasar.

BACA JUGA: Sugeng Purwanto Pj Walikota Yogya Gantikan Singgih Raharjo, Sultan Pesan Soal Sampah

“Idealnya hukum terdepan. Ada prosedur resmi, mulai legislasi, pelaksanaan hingga dalam praktik penegakkan hukum itu sendiri. Tapi karena ada banyak kepentingan maka jadi masalah. Tidak sesuai dengan yang diidealkan,” ujar Mukti yang kini menjabat Anggota KY/Ketua Bidang Hukum Antar Lembaga dan Layanan Informasi Paruh Waktu II Periode Juli 2023-Desember 2025.

Diontohkan, di level legislasi DPR seharusnya memakai standar prinsip dan asas teori. Tapi sering terjadi proses legislasi ini direcoki kepentingan, menjadi fenomena politik.

BACA JUGA: Bermaksud Menolong Teman, Hasto Malah Hanyut di Sungai Progo

Kemudian ketika telah menjadi sebuah produk hukum atau Undang Undang, penerapannya pun masih disusupi kepentingan politik atau kepentingan-kepentingan di luar hukum.

Seperti KY misalnya yang merupakan anak reformasi. Pada saat proses pembentukannya disambut semangat. Namun saat sudah terbentuk dan menjalankan amanat konstitusi timbul kegaduhan politik. “Hal ini misalnya terjadi saat Mahkamah Konstitusi yang sama-sama anak reformasi memotong salah satu pasal tentang kewenangan KY untuk mengawasi hakim MK,” ujarnya mencontohkan.

BACA JUGA: Menkominfo Perintahkan Pembentukan Satgassus Pemberantasan Judi Online

Dulu, papar Mukti, hakim berada di bawah Kementerian Kehakiman. Ibarat perutnya di Kementerian Kehakiman namun otaknya di Mahkamah Agung. Tapi sekarang posisinya berada di bawah Mahkamah Agung.

KY memiliki fungsi menjaga martabat hakim. Tapi juga harus diingat fungsi lain yang sama penting adalah menjaga atau melindungi pula keberadaan hakim sebagai pilar terakhir penegakan hukum agar tidak diintervensi.

Namun bukan berarti tanpa problem bagi KY ketika melakukan tugas pengawasan. Karena ujung dari hasil pengawasan itu tetap berada di DPR. KY menetapkan seleksi Hakim Agung maka diteruskan rekomendasi ke DPR, atau dengan kata lain hasil pleno KY tidak memiliki kekuatan eksekusi alias non eksekutabel tetrhadap seleksi Hakim Agung. “Itu problem, karena Undang-undangnya memang begitu,” tandas Mukti.

BACA JUGA: Razia BNN-Bea Cukai di Lima Lokasi, Ini Penjelasannya

Mukti dalam kesempatan itu juga memaparkan kepada ausdien mahasiswa FH tentang prosedur penanganan perkara. Dalam hal ini masyarakat memiliki peran penting dalam rangka penegakan hukum, karena merekalah yang boleh dibilang sebagai ujung tombak atas adanya dugaan praktik peradilan kotor yang dilakukan oknum hakim.

Dari laporan masyarakat itulah KY menindak lanjuti. Hingga kini sudah ada ratusan kelompok masyarakat mengajukan permohonan pengawasan dan inisiatif. Semua itu sedang diproses.

BACA JUGA: SMA Muhi Yogya Lawatan ke Malaysia Jalin MoU dengan Sejumlah Sekolah

Sementara, Dr Benedictus Renny See mengatakan ‘Kuliah Pakar’ merupakan agenda tetap diselenggarakan FH UP 45 Yogyakarta. Dimaksudkan sebagai pemantik sekaligus penyegaran bagi mahasiswa agar menambah wawasan dan sikap kritis atas fenomena penegakan hukum.

“Dengan adanya Kuliah Pakar ini para mahasiswa memeroleh informasi praktik penegakan hukum secara langsung dari sumber berkompeten. Mereka akan terbuka wawasannya, bahkan tumbuh sikap kritis agar ke depan setelah lulus dapat memberikan konstribusi yang positip bagi bangsa dan negara,” pungkasnya. (Met)


share on: