Revrisond Baswir: Kembalikan Khitah Koperasi

share on:
Dr Revrisond Baswir MBA (kedua dari kiri) || YP/Wahjudi Djaja

Yogyapos.com (SLEMAN) - Tak sedikit yang memiliki persepsi bahwa koperasi itu sesuatu yang kuna, jadul, dan ketinggalan zaman. Padahal kalau mau berkaca di negara-negara lain, koperasi itu eksis dan kuat dengan peran yang diperhitungkan. Tak ada urusan dengan kuna dan terbelakang. Itulah kenapa kita perlu kembali ke pemikiran Bung Hatta yang autentik dan visioner.

Demikian dosen FEB UGM Dr Revrisond Baswir MBA dalam Seminar "Koperasi Platform" Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM di Auditorium Mubyarto MEP UGM (Rabu, 10/7/2019). Lebih jauh, ekonom kerakyatan itu menekankan pentingnya melacak akar historis tentang koperasi yang didirikan para pendiri bangsa. "Harus diakui, distorsi yang dilakukan Orde Baru terhadap koperasi sangat kental. Brain washing yang dimulai dengan UU Nomor 12/1967 dan diikuti dengan UU Nomor 1/1968, sesungguhnya merefleksikan bagaimana penataan dan penguasaan aset bangsa dilakukan. Dua UU itu jelas memuluskan kapitalisme" tandas pria yang akrab disapa Sony ini.

Apa yang dilukukan rezim Suharto, lanjutnya, adalah social engineering dengan menjauhkan rakyat dari kesadaran dan semangat kekeluargaan yang menjadi karakter koperasi. Oleh karena itu, pesannya, kembalikan koperasi pada khitahnya. Bung Hatta mendasari pemikirannya tentang koperasi sebagai gerakan antikapitalisme. Bicara demokrasi politik tanpa diimbangi dengan demokrasi ekonomi itu akan menghabiskan energi bangsa. Permasalahannya, tanya Sony, siapa sekarang yang berani bicara demokrasi ekonomi?

Menyitir kata-kata Hatta, "Cita-cita koperasi Indonesia adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Paham koperasi Indonesia menciptakan masyarakat Indonesia yang kolektif, berakar pada adat istiadat hidup Indonesia yang asli, tetapi ditumbuhkan pada tingkat yang lebih tinggi, sesuai dengan tuntutan zaman modern". Oleh karena itu, Sony mencoba menempatkan kembali pesan Hatta tentang koperasi dalam konteks kekinian dimana teknologi sebagai determinan kehidupan dan pembangunan.

Terkait koperasi platform, Sony mengutip Sutton (2016), platform digital yakni sebuah website atau aplikasi seluler yang dirancang untuk menyediakan jasa atau menjual barang, yang dimiliki dan diselenggarakan secara kolektif oleh orang-orang yang tergantung atau berpartisipasi di dalamnya. "Nah, koperasi sebagai value atau prinsip intisarinya bisa diformulasikan dan diterapkan kembali". Teori koperasi platform menurut Schulze (2016) didasarkan pada dua prinsip utama, yakni communal ownership dan democratic governance yang sejak awal menjadi landasan kehadiran koperasi.

Dalam narasi neokolonialisme, ada degradasi yang amat mengerikan tentang eksistensi manusia. "Tanpa disadari kita mengalami degradasi eksisteni. Dulu kita kenal marhen. Pelan tapi pasti kita menjadi proletariat, prekariat, dan akhirnya hanya sebagai resource. Kita ini data, tak beda dari sumber daya alam dan tambang yang bisa dieksploitasi. Celakanya, itu bisa dilakukan tanpa izin. Maka agenda kita adalah segera bertindak, rebut kembali eksistensi kita sebagai makhluk", tandas Sony. (Jud)


share on: