Refleksi Musibah Laka Laut Pelajar di Pantai Drini

share on:
Agus Budi Susanta MPd || YP-Ist

PROSES belajar di lembaga pendidikan selalu terkait antara orang tua siswa dan guru, sehingga tujuan pembelajatan akan tercapai. Bagaikan kepingan uang logam, tak dapat dipisahkan.

Lembaga pendidikan sudah semestinya memiliki program pembelajaran yang dituangkan dalam Rencana kerja sekolah. Dalam penyusunannya selalu melibatkan pihak Komite Sekolah sebagai representasi dari wakil orang tua siswa. Salah satu program sekolah selain kegiatan pembelajaran di sekolah   adalah pembelajaran di luar sekolah contohnya study tour atau outing class.

BACA JUGA: Lagi, Korban Tewas Pantai Drini Ditemukan

Kegiatan pembelajaran di luar sekolah merupakan kegiatan yang dinanti oleh siswa baik SD, SMP maupun SMA/SMK. Pembelajaran di luar kelas (outdoor study) adalah salah satu metode pembelajaran yang aktivitas belajarnya berlangsung di luar kelas/sekolah seperti Study Wisata dan bertujuan untuk mendapatkan pengalaman langsung dan menantang semangat petualangan siswa, supaya lebih akrab terhadap lingkungan dan masyarakat.

BACA JUGA: Remaja Belia Diduga Bawa Kabur dan Mengintimi ABG, Ditangkap di Apartemen

Metode pembelajaran di luar kelas merupakan upaya mengajak siswa lebih dekat dengan sumber belajar yang sesungguhnya. Siswa diarahkan untuk melakukan aktivitas yang bisa membawa mereka pada perubahan perilaku terhadap lingkungan sekitar.

Penentuan jenis kegiatan ini memerlukan kajian yang baik supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

BACA JUGA: Tim All-Starts Kudus Juara MilkLife Soccer Challenge, Perkasa di Setiap Laga

Penentuan tempat atau tujuan wisata seperti laut lepas harus benar-benar didampingi. Kegiatan pendampingan yang ekstra, karena laut memiliki ombak yang memiliki daya pikat siswa untuk bermain di lepas pantai bahkan mandi di laut. Guru dan tour leader harus memberikan pengarahan sebelum berangkat ke tempat wisata. Bahkan orang tua harus membekali anaknya dengan pengetahuan akan resiko dan bahayanya apabia tidak bijak berhadapan dengan ombak yakni mandi di laut.

BACA JUGA: Sultan HB X Sampaikan Sosok Berperan Penetapan Sumbu Filosofis Sebagai Warisan Dunia

Literasi tentang keganasan laut selatan Yogyakarta harus dibuka luas terhadap anak-anak yang akan mengikuti kegiatan wisata tersebut supaya anak memiliki pengetahuan yang cukup dalam menganttisipasi kejadian yang tidak diinginkan.

Guru sekali lagi memiliki tugas mendampingi anak-anak kemanapun berjalan.Namun yang sangat disayangkan, pengalaman di lapangan acapkali guru justru mengambil kesempatam untuk ikut berwisata. Menikmati kegiatan tersebut, lupa bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar terhadap suksesnya kegiatan tersebut. Para siswa sehat dan terhindar dari mara bahaya.

Sekolah sebagai operator atau penyelenggara kegiatan harus memiliki sumberdaya manusia yang baik, guru pendamping harus guru yang paham tentang pengelolaan siswa di lapangan dan yang baham betul tentang kondisi dari masing-masing siswa.

BACA JUGA: Catatan Micky Hidayat tentang Penyair Ulfatin Ch dan 'Gelombang Laut Ibu'

Musibah kecelakaan laut (laka laut) yang terjadi di Gunungkidul pada 28 Januarai 2025 layak jadi evaluasi bagi kita, terutama pihak sekolah supaya lebih memperhatikan tujuan tempat wisata yang aman dan nyaman. Dan prefesionalisme pendidik atau guru sebagai pendamping harus mutlak memiliki. Jika perlu detraining atau di beri workshop pendampingan siswa.

Musibah tersebut jangan kemudian dijadikan sebuah alasan untuk melarang kegiatan pembelajaran di luar sekolah. Musibah seperti ini bisa diminimalisir dengan perencanaan yang matang, serta peningkatan kkualitas Sumber Daya Manusia.Semoga kejadian seperti ini tidk terulang kembali. Amiin. (Ustad Agus Budi Susanta MPd Guru PJOK SDN Gulon 5 Magelang, Jawa Tengah)


share on: