MOTIF tidak penting dalam pembuktian materiil suatu tindak pidana. Demikian seringkali hal itu disampaikan oleh sejumlah pengamat. Tapi pada saat yang sama aparatur penegak hukum (kepolisian sebagai pintu pertama penegakan hukum) tak jemu juga mengorek sedemikian dalam motif tersangka melakukan tindak pidana, pembunuhan terutama.
Pertanyaan tentang motif ini pula yang selalu diajukan publik untuk memeroleh jawabnya. Santer saat terjadi peristiwa penembakan Brigadir Josua Hutabarat yang didalangi Irjen Pol Ferdy Sambo dan berujung kematian pada 8 Juli 2022.
Amar putusan hakim menyebutkan, motif penembakan oleh Richard Eliezer atas perintah Sambo itu dilakukan karena harkat dan martabat si pemberi perintah telah dilecehkan korban. Walau amar putusan hakim kurang lebih menyebutkan demikian, namun hal itu hingga kini masih mengundang tanda tanya di benak publik. Apalagi dalam serangkaian pengungkapan kasus saat itu banyak pula berseliweran informasi miring tentang judi online, narkoba, penemuan sekian banyak uang tunai dan isu mafia.
Spekulasi pun berkembang mengaitkan insiden penembakan dengan praktik beking dunia kejahatan yang bertabur uang. Walau spekulasi tersebut hingga sekarang tidak dapat dibuktikan dan seiring perjalanan waktu bagai lenyap dari perbincangan publik.
Pada titik ini muncul sinisme tentang motif sesungguhnya dari yang sekadar tergelar dipersidangan. Tapi itulah kebenaran hukum yang, suka atau tidak, kita diwajibkan menghormatinya. Ya menghormati putusan hakim.
***
Kasus polisi menembak polisi kembali terjadi. Dilakukan oleh tersangka Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar terhadap AKP Ryanto Ulil Anshar SIK MH notabene Kasat Reskrim Polres yang sama, di Area Parkir Mapolres setempat, pada Jumat (22/11/2024) sekira pukul 00.15 WIB.
Insiden yang berujung kematian terjadi beberapa saat setelah korban menangkap terduga pelaku penambangan ilegal Galian-C (sirtu alias pasir dan batu) di wilayah hukum Polres Solok Selatan, Sumatera Barat.
Pelaku yang kemudian menyerahkan diri pada jelang sore, kini sedang dalam penyidikan. Sejak awal peritiwa ini mencuat ke permukaan atau beberapa jam sebelum Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Suharyono memberikan keterangan pers, komentar-komentar cukup ramai disampaikan oleh netizen tentang motif yakni beking kejahatan. Disatu sisi korban yang kabarnya memiliki integritas itu melakukan penegakan hukum, tapi disisi lain pelaku penembakan naik pitam karena diduga sebagai beking penambangan liar.
Sekali lagi, motif pada kasus-kasus seperti ini, menjadi krusial dimata publik meski dalam pembuktian meteriil proses hukum pidana bukanlah sebagai alat bukti melainkan sekadar antara lain dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, memberatkan atau meringankan hukuman terhadap pelaku.
Motif yang disampaikan pelaku bisa benar, bisa pula sebaliknya. Benar atau tidaknya motif ini sangat menarik dan penting dalam kejahatan berlatar beking. Sebab, soal beking membeking ini sangat dimungkinkan tidak berdiri sendiri. Melainkan bisa melibatkan lebih dari satu orang, bahkan dapat pula merupakan suatu jaringan.
Dengan kata lain, perlu ada semangat penelusuran lebih jauh mengenai kemungkinan mata rantai beking ini. Kita tentu berharap bahwa kasus penembakan oleh AKP Dadang Iskandar berdiri sendiri, dilakukan seorang diri. Namun bukan mustahil dari kasus ini bisa menguak pelaku-pelaku penambangan liar lainnya dan beking-beking lainnya pula yang tidak mesti dari oknum aparat kepolisian melainkan orang sipil. (Ismet NM Haris)