Yogyapos.com (YOGYA) – Mengenakan stelan celana hitam kemeja putih dan berkopiah, Agus Santoso SPsi duduk di kursi terdakwa Ruang Garuda Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta, Senin (4/9/2023).
Lurah (non aktif) Caturtunggal, Depok, Sleman itu nampak tenang menghadapi sidang perdana. Sesekali menatap ke depan, lalu kembali lagi menundukkan kepala mendengarkan Jaksa Penuntut Umum Toni Wibisono SH membacakan surat dakwaan.
BACA JUGA: Bambang Suryo Wibowo Jabat Direktur PT BPR Bantul, Ini Harapan Bupati
Jaksa mengungkapkankan, terdakwa memperkaya Direktur PT Deztama Putri Sentosa (PT DPS) Robinson Saalino (disidangkan terpisah) sebesar Rp 2,9 miliar. Modusnya melakukan pembiaran terhadap PT DPS memperluas penggunaan Tanah Kas Desa (TDS) di Nologaten, Caturtunggal, Depok, yang dilihfungsikan pemanfaatannya tanpa kesesuaian sebagaimana tertuang dalam perjanjian.
Pembiaran yang dimaksud dilakukan atas pemanfaatan TKD Caturtunggal yang terdaftar dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 00559/Caturtunggal atas nama Pemerintahan Desa Caturtunggal seluas 11.215 m2 tanpa izin Gubernur DIY.
Advokat Layung Purnomo SH CIL, Koordinator Tim Penasihat Hukum Terdakwa || YP-Ist
PT DPS ini semula dikelola Denizar Rahman yang mengajukan proposal sewa TKD seluas 5.000 M2 di Dusun Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman. Tanah sewa akan dimanfaatkan untuk area singgah hijau dengan konsep ekologi dan ramah lingkungan (Eco Lodge).
Sesuai proposal tersebut nantinya menjadi kawasan strategis dan didukung fasilitas publik seperti kebun hidroponik, area hijau dengan tanaman produktif, sistem pengelolaan limbah mandiri, area olahraga, kuliner sehat, niaga sayuran organik dengan sasaran usaha para pelaku ekonomi, akademisi, ekspatriat, dan masyarakat umum yang membutuhkan tempat singgah sementara.
BACA JUGA: Ketua Peradi RBA Sleman Dr Iwan Setyawan SH MH Imbau Anggotanya Memahami Hak Imunitas Advokat
Proposal diajukan pada 28 Desember 2015 berjalan mulus proses perjalanannya sejak tingkat desa, kapanewon, kabupaten, hingga terbit izin dari Gubernur Nomor 43/IZ/2016 tanggal 7 Oktober 2016.
Namun setahun kemudian, Denizar Rahman mengalami kesulitan keuangan sehingga PT DPS diambilalih oleh Robinson yang sekaligus menjabat Direkturnya.Pasca pengambilalihan perusahaan inilah muslihat Robinson mulai dilakukan. Ia mengajukan proposal penambahan sewa TKD di tempat yang sama seluas 6.215 M2 kepada Agus Santoso SPsi MM selaku Lurah Caturtunggal.
Lahan tersebut menjadi satu kesatuan dengan proyek terdahulu yang sudah beroleh izin namun kemudian berganti nama menjadi pondok wisata ‘Jogja Green Ambarrukmo’ dengan pengurusan rekomendasi sejak dari tingkat Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, hingga Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Izin Terpadu Kabupaten (Dispertaru) Sleman. Rekomendasi ini belum dilanjutkan ke Gubernur DIY, namun Robinson nekad melakukan pengkaplingan lahan itu hingga menjadi puluhan kapling dan dijual kepada pihak ketiga.
BACA JUGA: Nah! Kepala Dispertaru DIY Ditahan, Diduga Terima Gratifikasi Senilai Rp 4,7 M
Jaksa menilai perbuatan terdakwa menlanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (12) ke-1 KUHP. Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (12) ke-1 KUHP.
BACA JUGA: Robinson Dikawal Tiga Pengacara Jalani Sidang Perdana, Jaksa Sebut Kerugian Negara Rp 2,952 Miliar
Menanggapi dakwaan Jaksa, Advokat Layung Purnomo SH selaku koordinator Tim Kuasa Hukum Terdakwa menyatakan akan mengajukan eksepsi. Dalam pandangan dia, kliennya hanya diduga melakukan pelanggaran Pergub dan Perda DIY.
“Dari dakwaan Jaksa itu kami menilai, klien kami diduga melakukan pelanggaran Pergub dan Perda DIY, yang mekanisme penyelesaiannya tentu bukan ranah pengadilan pidana korupsi, itu patut kami pertanyakan,” ujar Layung didampingi Advokat Zulkarnaen Ali Mufti SH usai sidang. (Met)