Yogyapos.com (YOGYA) - Peringatan 108 Tahun Sawit Indonesia ditandai oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dengan menggelar diskusi bersama media massa, di meeting room Grand Inna Malioboro, Selasa (24/9/2019).
Sekjen SPKS Mansetus Darto menjelaskan, secara keseluruhan petani sawit di Indonesia bergerak secara mandiri. Belum ada campur tangan yang nyata dari pemerintah. Kendati banyak sekali kebijakan yang disodorkan, namun tak ada satu pun yang berdampak positif bagi petani sawit.
Contoh pada Inpres No.8 Tahun 2018 tentang evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit, serta peningkatan produktivitas sawit. Dalam Inpres ini Presiden Jokowi mendorong korporasi sawit meningkatkan sumber daya manusia (SDM) serta revitalisasi kelembagaan tani yang mendapat alokasi 20% dari kawasan hutan.
“Implementasinya, Inpres ini tak berjalan efektif dan petani sawit tidak merasakan manfaatnya. Bahkan cenderung produktivitas sawitnya menurun,” kata Mansetus.
Darto melanjutkan, dari data di SPKS, Perpres Nomor 66 Tahun 2018 juga tak memberi manfaat signifikan bagi petani sawit. Pengelolan biodiesel dikuasai sepenuhnya oleh korporasi. Alokasi untuk petani hanya 2%. “Kebijakan tersebut seakan memaksa petani untuk bekerja semaksimal mungkin untuk menghasilkan tenaga biodiesel, namun hasil mayoritasnya tidak bisa dirasakan petani. Jauh dari kata sejahtera,” imbuh Darto.
Hal senada diutarakan Hifdzil Halim, Direktur Hicon Law & Policy Strategis yang menyoroti tak satupun kebijakan pemerintah yang mengakomodir keperluan petani sawit. “Saya ambil contoh Perpres No.1 Tahun 2006 tentang penyediaan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) yang mengalami banyak perubahan. Mulai dari Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008, lalu dirubah menjadi Permen ESDM No.12 Tahun 2015. Dan lagi-lagi kebijakan-kebijakan tersebut tak mampu mengangkat kehidupan petani sawit,” kata Hifdzil.
Sementara Gregorius Sahdan dari Indonesian Power Democracy (IPD) menilai pemerintahan Jokowi tidak memiliki komitmen yang kuat dalam memperbaiki nasib petani sawit.
“Tidak ada terobosan cerdas dari pemerintah. Ditengah kemacetan involusi produksi, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan impor gula dan beras. Ini jelas mematikan produktivitas sawit karena harga yang terus menurun akibat kebijakan impor. Karena itu, kami dari SPKS, IPD dan Hicon menekan pemerintah untuk mengambil kebijakan penguatan kesejahteraan petani sawit. Bukan waktunya lagi berpihak pada pengusaha sawit,” tandas Gregorius. (Dol)